Minggu, 26 Februari 2017

AHOK

"Hukum bukan Politik"

Menurut dan pendapat hukum saya terhadap polemik diaktifkan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) menyebutkan: "Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Dihubungkan dengan kasus Ahok yang masih dalam tahap PERSIDANGAN didakwa dengan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara atau didakwa dengan Pasal 156 a soal Penodaan Agama yang ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara dan masih dalam proses pemeriksaan saksi belum terdapat putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Belum terdapat Putusan yang berkekuatan hukum tetap jelas seseorang belum bisa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana atau sebaliknya bisa saja dalam putusan hakim menyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam pasal 156 KUHP atau 156a KUHP artinya Bebas menurut hukum.
Dengan demikian Ahok jelas masih berdasar asas praduga tak bersalah atau bahkan ancaman '5 tahun' tersebut, lantas Ahok harus dinonaktifkan? Saya berbeda pendapat dengan Prof Mahfud MD (mantan ketua MK) yang apabila sudah menjadi terdakwa maka kepala daerah harus dinonaktifkan. 
Haruslah kita tafsirkan secara yuridis yang termuat dalam pasal 83 UU Pemda, dikatakan paling singkat 5 tahun, sementara Ahok diancam paling lama 5 tahun. Jadi, menurut saya tidak masuk dikarenakan kalau paling singkat 5 tahun, itu kategori kejahatan berat. Tapi, kalau paling lama 5 tahun, itu masuk kejahatan menengah atau ringan atau yang dilakukan terdakwa tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apakah perkara Ahok dapat memecah belah NKRI ? Haruslah arif dan bijaksana dalam penafsiran yang dalam posisi NETRAL bahwa Ahok belum dinyatakan bersalah apabila belum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap.
"Pasal tersebut sudah menyatakan secara spesifik untuk hal-hal tersebut, bahwa korupsi berapapun ancaman hukumannya akan diberhentikan sementara. Sama juga dengan tindak pidana terorisme, makar dan kejahatan terhadap NKRI dan jika pasal 83 UU Pemda itu diterapkan untuk menonaktifkan Ahok dari jabatan Gubernur DKI dan yang jelas Ahok bukan dalam perkara korupsi, makar dan terorisme ataupun yang bisa memecah belah NKRI.