Jumat, 23 Agustus 2013

Hukum pidana internasional

diposkan oleh : Roy R. Pangkey, SH.
mendefinisikan suatu obyek, termasuk hukum dan pelbagai cabang serta sub cabangnya merupakan pekerjaan yang gampang-gamoang sukar. dikatakan gampang karena obyek itu sendri demikian mudah untuk dikenali meskipun hanya pada sisi luarnya saja. dikatakan sukar, sebab substansi dari obyek yang didefinisikan seringkali sukar untuk dipahami atau pemahaman atas obyeknya itu seringkali tidak utuh atau bulat, tetapi dipahami hanya sebagian-sebagian saja. oleh karena itu, dapat dimengerti, bahwa definisi dari para sarjana tentang suatu obyek bisa berbeda-beda antara satu dengan lainnya. namun karena adanya kebutuhan untuk mendefinisikannya, mau tidak mau pendefinisiannya itu harus dilakukan, terlepas dari kekurangan atau ketidak sempurnaannya.
Demikian pula halnya dengan pendefinisian hukum pidana internasional itu sendiri, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakukan. dalam rangka untuk mengerti dan memahami hukum internasional, mau tidak mau pendefinisian harus dilakukan. dalam hal ini, berlaku suatu adagium, bahwa adanya suatu definisi dari obyek yang akan dipelajari betapapun tidak sempurnanya, masih lebih baik daripada tidak ada definisi sama sekali. secara ringkas, hukum pidana internasional dapat didefinbisikan sebagai berikut.hukum pidana internasional adalah sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional.
Definisi ini tentulah sangat singkat dan umum  sehingga belum menggambarkan tentang apa sebenarnya hukum pidana internasional itu. meskipun definisi ini masih sangat singkat dan umum, namun sudah menggambarkan secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan hukum pidana internasional. ada dua hal yang secara eksplisit dapat ditemukan dalam definisi ini.
  1. hukum pidana internasional itu merupakan sekumpulan kaidah-kaidaj atau asas-asas hukum.
  2. obyek yang diaturnya adalah tentang kejahatan atau tindak pidana internasional.
disamping dua hal yang eksplisit, masih ada lagi hal yang secara implisit terkandung didalamnya yang pada umunya merupakan hal yang sudah biasa dalam suatu ilmu hukum, tetapi tidak dimunculkan didalamnya yakni, tentang subyek-subyek hukum dan apa tujuannya. tegasnya, siapakah yang merupakan subyek dari hukum internasional itu dan tujuan apa yang dikehendaki atau diwujudkannya.
atas dasar itu  maka dapatlah dirumuskan definisi yang lebih lengkap tentang hukum pidana internasional, sebagai berikut:
hukum pidana internasional adalah sekumpulan kaidah-kaidah dari asas-asas hukum yang mengatur tentang kejahatan internasional yang dilakukan oleh subyek-subyek hukumnya, untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
berdasarkan definisi ini dapatlah ditarik adanya 4 unsur yang secara terpadu atau saling kait antara satu dengan lainnya, yaitu:
  1. hukum pidana internasional itu merupakan sekumpulan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum,;
  2. hal atau obyek yang diaturnya, yaitu kejahatan atau tindak pidana internasional;
  3. subyek-subyek hukumnya, yaitu, pelaku-pelaku yang melakukan kejahatan atau tindak pidana internasional;
  4. tujuan yang hendak dicapai atau diwujudkan oleh hukum pidana internasional itu sendiri.
SEJARAH
Era Abad 16 Masehi
Pada era Kerajaan Romawi dibawah Kaisar Justinianus, dimana dengan kekuatan undang-undang, Justinianus telah memberikan dukungan perdamaian ke seluruh Kerajaan Romawi termasuk jajahanya. Peraturan tentang perang diperjelas dan harus dilandaskan pada sebab yang layak dan benar, diumumkan sesuai dengan aturan kebiasaan yang berlaku dan dilaksanakan dengan cara cara yang benar. Pengaturan pengaturan tersebut berasal dari pengajaran hukum yang diberikan oleh ahli-ahli hukum seperti Cicero dan St Augustine. Mereka yang melakukan tindakan pelanggaran atas hukum kebiasaan dan hukum Tuhan dari suatu bangsa disebut dan dikenal kemudian sebagai kejahatan internasional
Era Pasca Perang Salib
Perkembangan tindak pidana internasional setelah perang salib diawali dengan munculnya tindakan pembajakan di laut, yang dipandang sebagai musuh semua bangsa karena telah merusak hubungan perdagangan antar bangsa yang dianggap sangat penting pada masa itu, namun demikian perang tetap merupakan tindakan yang dipandang tidak layak dan masih dipersoalkan terutama dikalangan para ahli hukum dari berbagai bangsa yang sudah maju pada masa itu.
Era Francisco de Vittoria 1480-1546
Era penjajahan disertai dengan penyebarluasan agama Kristen dengan cara-cara kekerasan dan kekejaman telah berkecamuk terutama yang telah dilakukan oleh Kerajaan Spanyol terhadap penduduk pribumi Indian, pada masa itu munculah seorang professor theologia, Francisco de Vittoria yang memperingatkan kerajaan bahwa ancaman perang dan peperangan tidak dapat dibenakan dengan alasan perbedaan agama, perluasan kerajaan dan kemenangan yang bersifat pribadi sekalipun dengan alasan untuk self defence, maka kerugian atau kekerasan sedapat-dapatnya diperkecil, Pandangan dari Vittoria ini dapat dikatakan sebagai tonggak sejarah bagi perkembangan hukum hukum pidana internasional pada masa yang akan datang
Era Abad 16-18 ,pakar hukum Alberto Gentili, Francisco Suares, Samuel Pufendorf dan Emerich de vattel dan Era Hugo de Groot, 1625
Perkembangan pesat tentang masalah perang di dalam sejarah hukum internasional terjadi pada abad 16-18 ketika penulis-penulis terkenal seperti, Alberto Gentili, Francisco Suarez, Samuel dan Emerich de Vattel telah membahas dan mencari dasar-dasar hukum suatu peperangan. Namun seorang tokoh yang terkenal pada masa itu adalah seorang ahli hukum Belanda, Hugo Grotius yang telah menulis dan menerbitkan sebuah treatise “ the Law of War and Peace in The Tree Books” pada tahun 1625
Pasal 227 Diktat Verssailles tidak dipatuhi
Perjanjian Versailes yang mengakhiri Perang Dunia I, ternyata dalam praktek hukum Internasional tedak berhasil melaksanakan ketentuan pasal 227 yang menetapkan antara lain penuntutan dan penjatuhan pidana atas pelaku kejahatan perang
Era 1920
Pada masa ini telah tampak adanya upaya pembentukan mahkamah pidana internasional terutama setelah terbentuknya liga bangsa-bangsa, upaya ini berasal dari sejumlah ahli hukum terkemuka antara lain Vespasien Pella, Megalos Ciloyanni dan Rafael. Dukungan atas upaya tersebut juga berdatangan dari perkumpulan masyarakat international
Liga Bangsa-Bangsa, 1927
Liga bangsa-bangsa telah membuka era baru dalam sejarah hukum pidana internasional dengan menetapkan bahwa perang agresi atau a war of aggression merupakan internasional crime, bahkan pernyataan LBB tersebut merupakan awal dari penyusunan kodifikasi dalam bidang hukum pidana internasional. Namun demikian pada saat itu pembentukan suatu Mahkamah Internasional yang dapat menetapkan telah terjadinya pelanggaran atas kodifikasi tersebut masih belum secara serius diperbincagkan.
Era Pasca Perang Dunia II
Perang Dunia II telah melahirkan berbagai tindak pidana baru yang merupakan pelanggaran atas perjanjian-perjanjian yang telah ditandatangani di antara Negara anggota liga bangsa-bangsa. Pelanggaran pelanggaran tersebut adalah dalam bentuk kekejaman yang tiada taranya serta pelanggaran atas hukum perang yang tiada bandingnya oleh pihak tentara jerman dan sekutunya, kejadian-kejadian itu telah memperkuat kehendak untk mengajukan kembali gagasan pembentukan suatu Mahkamah Pidana Internasional. Profesor Lauterpacht dan Hans Kelsen yang menegaskan bahwa pembentukan mahkamah itu sangat penti untuk mengadili penjahat perang dan sekaligus membawa akibat penting terhadap perbaikan perbaikan di dalam hubungan internasional.
Nuremberg Trial 1946 (Nazi Jerman)
Jerman dibawah kepemimpinan Adolf Hitler memulai kancah perang dunia kedua dengan menganeksasi Polandia pada September 1939, tepatnya dikota Danzig litzkrieg, pada Tahun 1940, Hitle rmenaklukkan Denmark, Norwegia, Belanda, Belgia dan Perancis. Tahun tersebut merupakan tahun kemenagan NaziJerman. Dalam waktu yang bersamaan dengan perang dunia kedua, bahkan jauh sebelumnya, Hitle rtelah melakukan genosida terhadap bangsa Yahudi hamper diseluruh daratan Eropa. Genosida yang dilakukan oleh Nazi Jerman selanjutnya dikenal dengan istilah holocaust. Secara harafiah ‘holocaust’ berart ideskripsi genosida yang dilakukan terhadap kelompok-kelompok minoritas diEropa dan Afrika Utara selama perang dunia kedua oleh Nazi Jerman
PBB Menetapkan perbuatan-perbuatan sebagai delicta juris gentium
Pada tahun 1947 masalah pembentukan Mahkamah Pidana Internasional diserahkan kepada Internasioanal law Commision, yang terdiri dari kelompok ahli hukum terkemuka dari seluruh Negara , yang dibentuk oleh PBB dan bertugas menyusun suatu kodifikasi hukum internasional, bertitik tolak dari pengalaman-pengalaman sebagai akibat peperangan, maka masayarakat internasional melalui PBB telah sepakat dan menempatkan kejahatan-kejahatan yang dilakaukan semasa peperangan sebagai kejahatan yang mengancam dan merugikan serta merusak tatanan kehidupan masyarakat internasional, kejahatan-kejahatan itu antara lain agresi, kejahatan perang, pembasmian etnis tertentu, pembajakan laut dll.
Resolusi PBB, 21 November 1947
Bahwa sampai dengan awal abad ke-20 hukum pidana internasional belum memasyarakat dikalangan pakar-pakar hukum di Negara yang menganut system hukum common law.
Pengakuan secara internasional terhadap pentingnya internasional criminal law pertama kali terjadi melalui resolusi yang diajukan oleh Sidang Umum Perserikatan bangsa-bangsa tanggal 21 November 1947, resolusi menghendaki dibentuknya suatu panitia kodifikasi hukum internasional. Era Tokyo Trial 1948.Tanggal 23 Desember 1948, berdasarkan keputusan pengadilan internasional di Tokyo, Jepang, tujuh orang pemimpin negara ini pada era Perang Dunia II, menjalani hukuman mati. Pengadilan di Jepang ini merupakan lanjutan dari pengadilan Nurenberg Jerman yang dilakukan untuk mengadili para penjahat perang. Sebanyak 25 orang pejabat Jepang diadili dan 18 di antaranya dijatuhi hukuman penjara. Hideki Toyo, Perdana Menteri Jepang pada era PD II adalah pejabat tertinggi yang diadili di pengadilan internasional Jepang itu dan dijatuhi hukuman mati. Tuduhan yang dinisbatkan kepada para pejabat dan perwira Jepang tersebut adalah, membunuh, menyiksa tawanan yang sakit dan tawanan sipil, menjalankan kerja paksa, merampok barang-barang milik umum dan pribadi, menghancurkan kota-kota dan pedesaan tanpa alasan militer, melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan kejahatan barbarisme lainnya terhadap warga sipil di negara-negara yang diduduki Jepang selama PD II.

Jumat, 09 Agustus 2013

Dakwaan

            KEJAKSAAN   NEGERI  ........
“ UNTUK KEADILAN                                                                                                                        P - 29

                                    SURAT DAKWAAN

No.Reg.Perkara  :  PDM-     /      /    /2010
  I. TERDAKWA  :
1.      Nama   Lengkap                  :
Tempat lahir                        :
Umur / tanggal lahir             :
Jenis kelamin                       :
Kebangsaan/
Kewarganegaraan               :
      Tempat tinggal                     :
A  g  a  m  a                        :
P e k e r j a a n                    :
P e n d i d i k a n                  :
II. PENAHANAN  :
 -  Penyidik                               
           -  Jaksa Penuntut Umum           :
III. DAKWAAN :
     
Bahwa ia terdakwa ..................... pada hari ..... tanggal ............. sekitar jam.....wita, atau setidak-tidaknya pada suatu waktu  dalam Bulan .........  bertempat di ........., atau setidak-tidaknya  disuatu tempat lain yang masih termasuk dalam Daerah Hukum Pengadilan Negeri ......... yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini dengan sengaja melawan hak membinasakan, merusakkan membuat sehingga tidak dapat di pakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yaitu bingkai jendela dan pintu kamar yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain yaitu ........................
                      Perbuatan mana terdakwa lakukan  dengan cara dan keadaan antara lain sebagai berikut:
-                                           Bahwa pada waktu dan tempat tersebut diatas, awalnya terdakwa dengan saksi korban telah terjadi kesalahpahaman ;
-                      Bahwa kemudian terdakwa dengan membawa/memegang sepotong kayu berbentuk bulat lalu menuju kerumahnya saksi korban ;
-                      Bahwa setelah terdakwa tiba dirumah saksi korban tersebut dan langsung memukul-mukul bingkai-bingkai jendela dan pintu kamar mandi beberapa kali atau setidak-tidaknya lebih dari satu kali sehingga tidak dapat dipakai lagi ;
-                      Bahwa akibat perbuatan terdakwa  saksi korban mengalami ..................... ......................
Sebagaimana diatur dan diancam Pidana dalam Pasal 406 ayata (1) KUHP
................,          ........... 2013.
JAKSA PENUNTUT UMUM
..................................... 






ISTILAH HUKUM dalam BAHASA BELANDA


1. ZAAKSGEVOLG / DROIT DE SUIT: yaitu mengikuti benda dimanapun dan dalam tangan siapapun benda itu berada
2. DROIT INVIOLABLE ET SACRE: yaitu hak yang tidak dapat diganggu gugat
3. VAGUE: kabur
4. DWINGEN; memaksa VERBAND: hubungan : hubungan erat
5. FEIT : perbuatan
6. OVERTRADING: pelanggaran
7. MISDRIFF: kejahatan
8. DADER: pelaku tindak pidana
9. NIET ON VARKELIJK VERKLAARD: Gugatan tidak dapat diterima
10. A QUO:
11. IPSO JURE: demi hukum / berdasarkan hukum.
12. EX AEQUO ET BONO: putusan yang seadil-adilnya
13. DADER / DOER : orang yang melakukan delik
14. DOENPLEGER / MANUS / DOMINA : orang yang menyuruh melakukan
15. MEDEDADER/MADEPLEGEN : Orang yang turut melakukan
16. UIT LOKER : orang yang sengaja membujuk
17. MEDEPLICHTIGHEID : membantu
18. NOODWEER : dalam keadaan terpaksa
19. OVERMACHT: keadaan yang memaksa (tidak bias dielakkan).
20. asas proporsionalitas: harus ada keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi dengan kepentingan yang dilanggar.
21. VERKAPTE VRIJPRAAK : putusan bebas tidak murni
22. POINT DE IBTERN POINT ATIM : tidak ada sengketa tidak ada perkara
23. LAMBROSO theory : character of crime
24. NOTOIR FEIT : hal yang telah diketahui dan dinyakini kebenarannya oleh umum tidak perlu dibuktikan lagi.
25. NOELA POENA SINE LEGI PRAVIA POENALE : tidak ada hukuman yang tanpa didasari oleh suatu ketentuan peraturan yang telah ada sebelumnya. (Pasal 1 (1) KUHP)
26. OVERMACH : kejadian/keadaan yang memaksa
27. MIRANDA RULE : hak seorang tersangka untuk mendapatkan penasehat hukum dalam perkaranya.
28. SAKSI VERBALISAN : saksi yang melakukan pemeriksaan ditingkat penyidikan.
29. ONSPLITBAR’ AVEU : suatu pengakuan tidak dapat dipisahkan-pisahkan.
30. INTERVENSI : masuknya pihak ketiga yang merasa mempunyai hak atau kepentingan untuk turut serta dalam perkara yang sedang dalam proses pemeriksaan di pengadilan.
31. VOEGING : menyertai (ikut salah satu pihak)
32. TUSSENKOMST : menengahi (tidak memihak)
33. VRIJWARING : penanggungan / pembelaan (atas permintaan biasanya tergugat)
34. DERDEN VERZETE : perlawanan pihak ketiga yang merasa mempunyai hak dan kepentingan, yang secara nyata-nyata telah dirugikan oleh karena adanya suatu putusan pengadilan, dengan cara menggugat para pihak yang berperkara (gugatan biasa)..dapat menangguhkan eksekusi hanya jika diperintahkan oleh KPN
35. NIET ON VARKELIJK VERKLAARD : gugatan / tuntutan tidak diterima
36. KAUKUS : pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak dalam proses mediasi, tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.
37. UIT VOOR BAR BIJ VOOR RAAD : putusan serta merta, putusan yang diputus sebelum putusan akhir, yang dapat dilaksanakan dahulu meskipuyn belum berkekuatan hukum tetap.
38. CONSERVATOIR BESLAG : sita jaminan terhadap barang bergerak / tidak bergerak milik tergugat
39. REVINDICATOIR BESLAG : sita terhadap barang bergerak milik penggugat yang dikuasai oleh tergugat.
40. PACTUM DE COMPROMITENDO : klausul penyelesaian arbitrase yang dibuat sebelumnya.
41. AKTA COMPROMI : klausul yang dibuat setelah timbul permasalahan.
42. RES JUDIKATA PRO VERITATE HABITUR : putusan hakim dianggap benar selama belum dibuktikan atau putusan sebaliknya.
43. UNUS TESTIS NULUS TESTIS : satu orang saksi bukan merupakan (saksi) alat bukti (min 2 org). 1866- 1895 KUHPerdata.
44. SUMPAH DECISOIR : sumpah pemutus/ akhiri sengketa / yang diminta oleh pihak satunya terhadap pihak yang lain agar diucapkan, untuk menggantungjan putusan perkara padanya (KUHPerdata 1929).
45. DADING : perdamaian.
46. AUDI ET ALTEREM PARTEM : hakim harus mendengarkan keterangan dari para pihak.
47. ACTOR SEQUITUR FORUM REI : gugaatan harus dialamatkan pada alamat tergugat.
48. ACTOR SEQUITUR FORUM SITEI : gugatan haarus dialamatkan pada alamat di mana benda tidak bergerak tersebut berada.
49. FIAT JUSTISIA RUAT COELUM : keadilan harus ditegakkan meskipun langit runtuh.
50. SANS PROJUDICE : surat yang tidak dapat dijadikan alat bukti, dibuka, dalam persidangan.
51. HAK RETENSI : hak untuk menahan dokumen/berkas klien oleh ADVOKAT yang tidak membayar / melunasi honorarium yang telah disepakati.
52. PREROGASI : mengajukan suatu sengketa berdasarkan persetujuan / kesepakatan para pihak kepada hakim tingkat pengadilan yang lebih tinggi, yang seharusnya tidak berwenang menangani perkara tersebut ( ac.perdata)
53. MUTSATIS MUTANDIS : diakui / sah dengan perubahan-perubahan yang ada.
54. PACTA SUNT SERVANDA : perjanjian merupakan sebagai undang-undang bagi yang membuatnya (1338 KUHPerdata “ semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya….”
55. VRISPRAAK : bebas/tidak terbukti secara sah dan menyakinkan
56. ONSLAG : lepas dari segala tuntutan hukum
57. NEGATIVE WETELIJK : (KUHAP) pembuktian minimal 2 alat bukti bukti ditambah keyakinan hakim.
58. SAKSI ADE CHARGE : saksi yang menguntungkan terdakwa.
59. SAKSI A CHARGE : saksi yang memberatkan terdakwa.
60. ISBAT NIKAH : pengesahan suatu pernikahan, adanya pernikahan dalam rangka perceraian, hilangnya akta nikah, adanya keraguan tentang sah tidaknya salah satu syarat perkawainan, adanya pernikahan sebelum disahkannya UU no. 1 tahun 1974, perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan dalam perkawinan sesuai dengan UU Perkawinan UU no 1 Tahun 1974. Permohonan isbath nikah tersebut dapat dilakukan oleh ; suami, istri, anak-anak dari suami istri tersebut, pihak ketiga yang berkepentingan, wali nikah.
61. GUGATAN HADLANAH : gugatan pemeliharaan anak ( kasus perceraian)
62. NADZIR : pengelola benda wakaf
63. SUMPAH LIAN : inisiatif suami karena tuduh istri selingkuh dan ba’da duqul (bersetubuh dengan laki-laki lain).
64. HAKAM : pihak penengah / pendamai antara suami istri yang ingin bercerai karena SIQOC, ditunjuk oleh hakim, biasanya dari kerabat suami atau istri.
65. AL QADAU, AL GA’IB : putusan verstek.
66. MU’ AN AN MU’ SAL SAL : testimonium de auditu
67. PRAESUMTIO IUS TAE CAUSA / ERGA OMNES : KTUN masih dianggap sah, selama blm ada suatu ketentuan yang menyatakan sebaliknya.
68. SELF OBIDENCE/ RECPECT : kesadaran B/P TUN untuk melaksanakan putusan PTUN.
69. ULTRA PETITA : putusan yang melebihi tuntutan ( Ac. TUN).
70. DISMISAL PROSEDUR : pemeriksaan awal / rapat permusyawarahan.
71. DWANGSOM : uang paksa.
72. RECHTMATHIGEID : segi penerapan hukum.
73. DOCHMATIGHEID : segi kebijakan B/P TUN.
74. FREIZE ERMESSEN : tindakan responsive/tanggap dari B/P TUN (publik) untuk kemakmuran masyarakat/ umum.
75. INVERSO : kedua belah pihak.
76. VEXATOIR : tindakan yang sia-sia / tidak mengenai sasaran.
77. KOOPTASI : pemilihan anggota baru dari suatu badan musyawarah oleh anggota yang telah ada.
78. DIKOTOMI : pembagian dua kelompok yang saling bertentangan.
79. ANOMALI : penyimpangan / kelainan.
80. REIMBURSMENT : penggantian kontrak, untuk pengeluaran uang, pengembalian.
81. DISKREDIT : menjelek-jelekkan / memperlemah.
82. RAISON D’ ETRE : alasan utama.
83. DIVESTASI : pelepasan / pengurangan / pembebasan modal / saham dari perusahaan.
84. LEX CERTA : ketentuan dalam perundang-undangan tidak dapat di artikan lain.
85. IN CASU : dalam hal ini.
86. IN BORGH : jaminan.
87. IN COGNITO : penyamaran.
88. IN COHEREN : tidak teratur.
89. SURAT RELAAS : bukti pemberitahuan sidang di pengadilan.
90. NUSYUZ : (ISTRI) meninggalkan kediaman bersama (rumah) tanpa ijin suami.
91. KONTANTE HANDELING-SIMULTANEUSTRANSFER : ketentuan hukun adat dalam jualbeli tanah yang harus secara tunai dan jelas.
92. PUTUSAN MA. tanggal 29 maret 1982 no. 1230 K/Sip/1980 (pembeli yang beritikat baik yang dilindungi UU.
93. UBI SOCIETAS IBI IUS : dimana ada masyarakat disana terdapat hukum
94. POWER TENT TO CORRUPT: kekuasaan cenderung bersifat korupsi. (LORD ACKTON)
95. LAW IS A TOOL OF SOCIAL SOCIAL ENGINEERING : hukum sebagai alat dalam mewujudkan perubahan-perubahan sosial (ROSCOE POUND).
96. VOLLE EIGENAAR: pemilik penuh (dari benda jaminan)

~Semoga bermanfaat~


Kamis, 08 Agustus 2013

Bahasa Latin dalam Hukum

Ubi Socitas Ibi Ius – Dimana Ada masyarakat disitu ada Hukum
Damihi Facta Do Tibi Ius – Tunjukkan kami faktanya, kami berikan hukum-nya
Sol Justisia – Matahari Keadilan (kebenaran)
Obscuur Libel – Obyek Kabur
Actor Sequitor Forum Rei – Di Pengadilan tempat tinggal Tergugat
Ne Bis In Idem – Terhadap perkara yang sama tidak dapat diajukan dua kali pemeriksaan
Uit Voerbaar bij Vooraad – Putusan yang dapat dilaksanakan Terlebih Dahulu, meskipun pihak yang kalah mengajukan banding ataupun kasasi
In Kracht Van Gewidjge – Putusan Yang telah berkekuatan hukum Tetap/pasti dan mempunyai daya eksekusi
Verzet – Perlawanan, Deer den Verzet – Perlawanan Pihak Ketiga
Verstek – Putusan yang diambil diluar hadirnya Tergugat
Putusan Contradictoir – Putusan atas bantahan, suatu putusan yang diambil setelah mendengarkan keterangan kedua belah pihak
Provisionel Eis – Putusan Sela, putusan yang diambil oleh hakim sebelum menjatuhkan putusan akhir.
Putusan Condemnatoir – putusan yang bersifat penghukuman
Putusan Declaratoir – Putusan yang menentukan sifat suatu keadaan  dengan tidak mengandung perintah kepada pihak untuk untuk berbuat ataupun tidak berbuat sesuatu
Putusan Constitutief – Putusan yang melenyapkan suatu keadaan/situasi hukum.
HIR – Herziene Indonesche Reglement, Reglemen indonesia yang sudah diperbaharui, berlaku untuk jawa dan sumatera.
RBg – Recht Reglement van Buitengewesten , Reglemen indonesia yang berlaku untuk luar jawa dan sumatera.
Restitutie In Intergum – Pengembalian obyek sengketa kepada keadaan semula
In Der Minne – Pemenuhan putusan secara sukarela
Conservatoir Beslaag – Sita Jaminan terhadap obyek/Barang
Terstond – Dieksekusi segera
Onrechtmatige Overheidts daad – Perbuatan yang melanggar hukum
Rechtmatige daad – Perbuatan sesuai dengan hukum
Eksekusi – Pelaksanaan Putusan
Facta sun Servanda – Perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya
Gronwet – Undang-Undang Dasar
Yuridische Begrip – Pengertia Yuridis
Droit Constitutional – Hukum dasar
Judicial Refiew – Hak Uji Materiil
Judicial Interpretation – Penafsiran secara hukum
Freies Ermessen – Pouvoir Discretionnaire – Kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan sosial dan keleluasaan  untuk tidak selalu terikat pada produk legislasi parlemen.
Crisis der democratie – krisis yang timbul akibat penganutan pada demokrasi formal semata -mata
Abolisi – Penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah melakukan delik
Actio in pauliana -Tuntutan hukum untuk pernyataan batal segala perbuatan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh pihak yang berhutang, yang menyebabkan penagih hutang dirugikan (pasal 1341 KUHPerdata)
Advokasi  – Tindakan untuk mempermasalahkan suatu hal/ide/topik tertentu
Aequo et bono – Suatu istilah yang terdapat pada akhir dokumen hukum dalam peradilan, baik perdata maupun pidana yang prinsipnya menyerahkan kepada kebijaksanaan hakim pemeriksa perkara. Arti harfiahnya : apabila hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.
Ajudikasi/adjudication – Penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan; pengambilan keputusan
Amnestie – Pernyataan umum (diterbitkan melalui atau dengan undang-undang) yang memuat pencabutan semua akibat pemidanaan dari suatu perbuatan pidana (delik) tertentu atau satu kelompok perbuatan pidana (delik) tertentu, bagi terpidana, terdakwa yang dinyatakan bersalah melakukan delik-delik tersebut.
audie et alteram partem – Kedua belah pihak harus didengar
droit de suite – Asas berdasarkan hak suatu kebendaan seseorang yang berhak terhadap benda itu mempunyai kekuasaan/wewenang untuk mempertahankan atau menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau dimanapun benda itu berada
exceptio non adimpleti contractus – Tangkisan bahwa pihak lawan dalam keadaan lalai juga, maka dengan demikian tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi
in dubio pro reo – Dalam keadaan yang meragukan, hakim harus mengambil keputusan yang menguntungkan terdakwa
kebebasan berkontrak – Para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut : 1. memenuhi syarat sebagai suatu kontrak; 2. tidak dilarang oleh undang-undang; 3. sesuai dengan kebiasaan yang berlaku; 4. dilaksanakan dengan itikad baik
lex specialis derogat legi generali – Kalau terjadi konflik/pertentangan antara undang-undang yang khusus dengan yang umum maka yang khusus yang berlaku
lex superior derogat legi inferiori – Kalau terjadi konflik/pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang tinggi dengan yang rendah maka yang tinggilah yang harus didahulukan
Barang bukti/corpus delicti – Barang yang digunakan untuk melakukan suatu kejahatan atau hasil dari suatu kejahatan
Batal demi hukum – Kebatalan yang terjadi berdasarkan undang-undang, berakibat perbuatan hukum yang bersangkutan dianggap tidak pernah terjadi
Beban pembuktian terbalik – Beban yang menjadi tanggung jawab pelaku untuk membuktikan ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana
Vrijspraak – Bebas dari segala dakwaan – Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim karena dari hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
Benturan kepentingan – Benturan yang timbul ketika kepentingan seseorang memungkinkan orang lain melakukan tindakan yang bertentangan dengan pihak tertentu, yang kepentingannya seharusnya dipenuhi oleh orang lain tersebut.
Contempt of Court – Setiap tindakan dan/perbuatan, baik aktif maupun pasif, tingkah laku,  sikap dan/ucapan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang bermaksud merendahkan dan merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan instirusi peradilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga mengganggu dan merintangi sistem serta proses peradilan yang seharusnya.
verjaring – Kadaluarsa – Lampaunya tenggang waktu yang ditetapkan undang-undang, sehingga mengakibatkan orang yang menguasai barang memperoleh hak milik
De auditu testimonium de auditu – Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari orang lain
Delik – Perbuatan Pidana – Tindak Pidana – Suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.
Deposisi – Bukti saksi atau ahli yang didasarkan atas sumpah yang dilakukan diluar pengadilan
Doktrin ultra vires – Doktrin yang mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan di luar dari kekuasaan perseroan
Droit de preference – Keistimewaan yang bersangkutan dengan hasil penjualan tanah yang dijadikan jaminan, dalam hubungannya dengan kreditur-kreditur lain yang tidak mempunyai hak yang lebih mendahulu
Eigenrichting – tindakan main hakim sendiri – Tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendak sendiri tidak lain
merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendak sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan pihak lain yang berkepentingan, hal ini merupakan pelaksanaan sanksi oleh perorangan
Eksaminasi -  Ujian atau pemeriksaan terhadap putusan pengadilan/hakim
Events of defaults- wanprestasi – cidera janji – trigger clausel opeisbaar clause – Tindakan-tindakan bank sewaktu-waktu dapat mengakhiri perjanjian kredit dan untuk seketika akan menagih semua utang beserta bunga dan biaya lainnya yang timbul
Forum rei sitae  – Pengadilan di tempat benda( Obyek Sengketa ) tetap terletak (pasal 118 ayat 3 hir)
actual damages – Ganti rugi aktual – Kerugian yang benar-benar diderita secara aktual dan dapat dihitung dengan mudah sampai ke nilai rupiah
punitive damages – Ganti rugi penghukuman – Suatu ganti rugi dalam jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya, ganti rugi itu dimaksudkan sebagai hukuman bagi si pelaku
Gratifikasi – Pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman, tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil dan dilakukan baik didalam negeri maupun diluar negeri dan dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik
Class Action – Gugatan perwakilan -  Gugatan yang berupa hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar dalam upaya mengajukan tuntutan berdasarkan kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan ganti kerugian.
judex ne procedat ex officio – Hakim bersifat menunggu -  Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan/ hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya
Ilegal (logging) – Kegiatan di bidang kehutanan atau yang merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penebangan, pengangkutan, pengolahan hingga kegiatan jual beli (ekspor-impor) kayu yang tidak sah atau bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan hutan.
In casu  – Dalam perkara ini, dalam hal ini
force majeure – overmacht – keadaan memaksa – Keadaan di mana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan atau peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak,keadaan atau peristiwa tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur, sementara si debitur tersebut tidak dalam keadaan beritikad buruk
Locus delictie – tempat kejadian perkara,tkp – a) Tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan/terjadi, atau akibat yang ditimbulkannya;  b) Tempat-tempat lain dimana barang-barang bukti atau korban yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat diketemukan; tempat dimana pembuat melakukan sesuatu adalah tempat dimana ia seharusnya melakukan sesuatu, atau tempat terjadinya akibat yang dimaksud dalam perumusan peraturan perundang-undangan atau tempat yang menurut perkiraan pembuat akan terjadi akibat ini.
Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali – asas legalitas – Tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan
Praperadilan – Wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: -.sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; 1. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; 2. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan
Preponderance of evidence – Bukti-bukti yang lebih berbobot atau lebih meyakinkan atau lebih dapat dipecaya jika dibanding dengan bukti lainnya, atau bukti-bukti yang dianggap cukup untuk dapat membuktikan kebenaran suatu peristiwa.
Requisitoir – Suatu pembuktian tentang terbukti atau tidaknya surat dakwaan
Restitusi – Suatu nilai tambah yang telah diterima oleh pihak yang melakukan wanprestasi, nilai mana terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan kontrak oleh pihak lain dari yang melakukan wanprestasi
Saksi a charge  – Saksi yang memberatkan/memberikan keterangan yang memberatkan
Saksi a decharge  – Saksi yang meringankan/memberikan keterangan yang meringankan
Maritaal beslaag – Sita maritaal – Penyitaan yang dilakukan untuk menjamin agar barang yang yang disita tidak dijual, untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di pengdilan berlangsung antara pemohon dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga
revindicatoir Beslaag – Sita Barang Bergerak – Penyitaan yang diminta oleh pemilik barang bergerak yang barangnya
ada di tangan orang lain, diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat orang yang memegang barang tersebut tinggal
Pand Beslaag – Sita gadai – Sitaan yang menyangkut barang milik orang lain yang kebetulan si pailit sebagai pemegang gadai
Tertangkap tangan – Tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu
Pro bono – Suatu perbuatan/pelayanan hukum yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pihak yang tidak mampu tanpa dipungut biaya